Selasa, 30 Juni 2015

TUGAS 3 - SEJARAH STANDAR AKUNTANSI KEUANGAN DI INDONESIA

Standar akuntansi keuangan yang berkualitas merupakan salah satu prasarana penting untuk mewujudkan transparasi tersebut. Standar akuntansi keuangan dapat diibaratkan sebagai sebuah cermin, di mana cermin yang baik akan mampu menggambarkan kondisi praktis bisnis yang sebenarnya. Oleh karena itu, pengembangan standar akuntansi keuangan yang baik, sangat relevan dan mutlak diperlukan pada masa sekarang ini.

Terkait hal tersebut, Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) sebagai wadah profesi akuntansi di Indonesia selalu tanggap terhadap perkembangan yang terjadi, khususnya dalam hal-hal yang memengaruhi dunia usaha dan profesi akuntan. Hal ini dapat dilihat dari dinamika kegiatan pengembangan standar akuntansi sejak berdirinya IAI pada tahun 1957 hingga kini. Setidaknya, terdapat tiga tonggak sejarah dalam pengembangan standar akuntansi keuangan di Indonesia.
Tonggak sejarah pertama, menjelang diaktifkannya pasar modal di Indonesia pada tahun 1973. Pada masa itu merupakan pertama kalinya IAI melakukan kodifikasi prinsip dan standar akuntansi yang berlaku di Indonesia dalam suatu buku ”Prinsip Akuntansi Indonesia (PAI).”

Kemudian, tonggak sejarah kedua terjadi pada tahun 1984. Pada masa itu, komite PAI melakukan revisi secara mendasar PAI 1973 dan kemudian mengkondifikasikannya dalam buku ”Prinsip Akuntansi Indonesia 1984” dengan tujuan untuk menyesuaikan ketentuan akuntansi dengan perkembangan dunia usaha.


Untuk dapat menghasilkan standar akuntansi keuangan yang baik, maka badan penyusunnya terus dikembangkan dan disempurnakan sesuai dengan kebutuhan. Awalnya, cikal bakal badan penyusun standar akuntansi adalah Panitia Penghimpunan Bahan-bahan dan Struktur dari GAAP dan GAAS yang dibentuk pada tahun 1973. Pada tahun 1974 dibentuk Komite Prinsip Akuntansi Indonesia (PAI) yang bertugas menyusun dan mengembangkan standar akuntansi keuangan. Komite PAI telah bertugas selama empat periode kepengurusan IAI sejak tahun 1974 hingga 1994 dengan susunan personel yang terus diperbarui. Selanjutnya, pada periode kepengurusan IAI tahun 1994-1998 nama Komite PAI diubah menjadi Komite Standar Akuntansi Keuangan (Komite SAK).

Kemudian, pada Kongres VIII IAI tanggal 23-24 September 1998 di Jakarta, Komite SAK diubah kembali menjadi Dewan Standar Akuntansi Keuangan (DSAK) dengan diberikan otonomi untuk menyusun dan mengesahkan PSAK dan ISAK. Selain itu, juga telah dibentuk Komite Akuntansi Syariah (KAS) dan Dewan Konsultatif Standar Akuntansi Keuangan (DKSAK). Komite Akuntansi Syariah (KAS) dibentuk tanggal 18 Oktober 2005 untuk menopang kelancaran kegiatan penyusunan PSAK yang terkait dengan perlakuan akuntansi transaksi syariah yang dilakukan oleh DSAK. Sedangkan DKSAK yang anggotanya terdiri atas profesi akuntan dan luar profesi akuntan, yang mewakili para pengguna, merupakan mitra DSAK dalam merumuskan arah dan pengembangan SAK di Indonesia.

Indonesia sendiri pasti memiliki sistem pencatatan pelaporan tersendiri. Untuk memberikan gambaran bagaimana perkembangan Standar Akuntansi Keuangan di Indonesia, maka dapat dilihat sebagai berikut :

1)      Jaman Belanda
Setelah VOC bubar pada 31 Desember 1799, kekuasaan diambil alih oleh Kerajaan Belanda, zaman penjajahan Belanda dimulai tahun 1800-1942. Pada waktu itu, catatan pembukuannya menekankan pada mekanisme debet dan kredit, yang antara lain dijumpai pada pembukuan Amphioen Socyteit di Batavia yang bergerak dalam usaha peredaran candu atau morfin (amphioen) yang merupakan usaha monopoli di Belanda. Banyak perusahaan Belanda yang didirikan di Indonesia pada abad ke-19. Catatan pembukuannya merupakan modifikasi sistem Venesia-Italia, dan tidak dijumpai adanya kerangka pemikiran konseptual untuk mengembangkan sistem pencatatan karena kondisinya sangat menekankan pada praktik-praktik dagang yang semata-mata untuk kepentingan perusahaan Belanda.Pada era ini Belanda mengenalkan sistem pembukuan berpasangan (double-entry bookkeeping) sebagaimana yang dikembangkan oleh Luca Pacioli. Sistem ini diperkenalkan oleh Luca Pacioli bersama Leonardo da Vinci, dan sudah dipakai untuk melakukan pencatatan upah sejak zaman Babilonia. Sistem Kontinetal merupakan pencatatan semua transaksi ke dalam dua bagian, yaitu debit dan kredit secara seimbang dan menghasilkan pembukuan yang sistematis serta laporan keuangan yang terpadu. Dengan menggunakan sistem ini perusahaan mendapatkan gambaran tentang laba rugi usaha, kekayaan perusahaan, serta hak pemilik. Persamaan akuntansi double entry boookeeping adalah “Harta = Utang + Modal”
Pada tahun 1602, terjadi peleburan 14 maskapai yang beroperasi di Hindia Timur, yang selanjutnya di tahun 1619 membuka cabang di Batavia dan kota-kota lainnya di Indonesia. Perjalanan VOC ini berakhir pada tahun 1799 dan setelah VOC dibubarkan, kekuasaan diambil alih oleh Kerajaan Belanda. Sejak masa itulah mulai tumbuh perusahaan-perusahaan Belanda di Indonesia. Catatan pembukuan saat itu menekankan pada mekanisme debit dan kredit berdasarkan praktik dagang yang semata-mata untuk kepentingan perusahaan Belanda. Pada masa ini, sektor usaha kecil dan menengah umumnya dikuasai oieh masyarakat Cina, India, dan Arab yang praktik akuntansinya menggunakan atau dipengaruhi oieh sistem dari negara mereka masing-masing. Pada masa penjajahan Jepang tahun 1942 sampai 1945, sistem akuntansi tidak banyak mengalami perubahan, yaitu tetap menggunakan pola Belanda.

2)      Pada tahun 1945-1955
Pada tahun 1947 hanya ada satu orang akuntan yang berbangsa Indonesia yaitu Prof. Dr. Abutari (Soermarso 1995). Praktik akuntansi model Belanda masih digunakan selama era setelah kemerdekaan (1950an). Pendidikan dan pelatihan akuntansi masih didominasi oleh sistem akuntansi model Belanda. Nasionalisasi atas perusahaan yang dimiliki Belanda dan pindahnya orang orang Belanda dari Indonesia pada tahun 1958 menyebabkan kelangkaan akuntan dan tenaga ahli (Diga dan Yunus 1997). Atas dasar nasionalisasi dan kelangkaan akuntan, Indonesia pada akhirnya berpaling ke praktik akuntansi model Amerika. Namun demikian, pada era ini praktik akuntansi model Amerika mampu berbaur dengan akuntansi model Belanda, terutama yang terjadi di lembaga pemerintah. Makin meningkatnya jumlah institusi pendidikan tinggi yang menawarkan pendidikan akuntansi-seperti pembukaan jurusan akuntansi di Universitas Indonesia 1952, Institute Ilmu Keuangan (Sekolah Tinggi Akuntansi Negara-STAN) 1990, Univesitas Padjajaran 1961, Universitas Sumatera Utara 1962, Universitas Airlangga 1962 dan Universitas Gadjah Mada 1964 (Soermarso 1995)-telah mendorong pergantian praktik akuntansi model Belanda dengan model Amerika pada tahun 1960 (ADB 2003). Salah seorang dosen akuntansi senior Indonesia Dr. S. Hadibroto telah menulis disertasi tentang dua sistem ini dengan judul yang sudah diterjemahkan : Studi Perbandingan antara Akuntansi Amerika dan Belanda dan Pengaruhnya terhadap Profesi di Indonesia. Pada kesimpulan disertasinya beliau menyarankan agar Indonesia lebih baikmemilih sistem akuntansi Amerika dibandingkan dengan sistem akuntansi Belanda.

3)      Pada tahun 1974,
Dimana menjelang diaktifkannya pasar modal di Indonesia, merupakan pertama kalinya IAI melakukan kodifikasi prinsip dan standar akuntansi yang berlaku di Indonesia dalam suatu buku ”Prinsip Akuntansi Indonesia (PAI)”. pada tahun 1973, dengan maksud antara lain:
a. Menghimpun prinsip-prinsip yang lazim berlaku di Indonesia
b. Sebagai prasarana pasar uang dan modal pada saat itu.
c. Laporan Keungan perusahaan yang go publik harus disusun berdasar Prinsip Akuntansi Indonesia.
Adapun bahan-bahan yang digunakan untuk menghimpun Prinsip Akuntansi Indonesia 1973 antara lain:
a. Buku Prinsip-prinsip Accounting yang diterbitkan oleh Direktorat Akuntan Negara, Direktorat Jendral Pengawasan Keuangan Negara (DJPKN), Departemen Keuangan RI sekarang bernama Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP).
b. Inventory of Generally Accepted Accounting Principles for Bussiness Enterprice, oleh Paul Grady, diterbitkan oleh AICPA
c. Opinions of Australian Accounting Principles,diterbitkan oleh Accounting and Auditing Research Committee dari Accounting Research Foundation.
d. Kumpulan dari Accounting Research Bulletinsditerbitkan AICPA.
e. A Statement of Australian Accounting Principles,diterbitkan oleh NIVRA.
f. Wet op de Jaarekening van Ondernemingen,diterbitkan oleh NIVRA.
pada tahun 1974 dibentuk Komite Prinsip Akuntansi Indonesia yang bertugas menyusun dan mengembangkan Standar Akuntansi Keuangan. Komite PAI telah bertugas selama empat periode kepengurusan IAI sejak tahun 1974 hingga 1994 dengan susunan personil yang telah diperbaharui.

4)      Pada tahun 1984,
Tahun 1984. Pada masa itu, komite PAI melakukan revisi secara mendasar PAI 1973 dan kemudian mengkondifikasikannya dalam buku ”Prinsip Akuntansi Indonesia 1984” dengan tujuan untuk menyesuaikan ketentuan akuntansi dengan perkembangan dunia usaha. Hanya saja dalam PAI 1984 dibatasi pada hal-hal yang berhubungan dengan akuntansi keuangan yang diungkapkan secara garis besar atau bersifat umum tidak mencakup praktik akuntansi untuk industri tertentu. Pada Prinsip Akuntansi Indonesia 1984 masih memerlukan penjabaran lebih lanjut diatur dengan ”pernyataan” tersendiri. Sehubungan dengan itu, Komite PAI-IAI mulai tahun 1986 menerbitkan serangkaian pernyataan PAI dan interpretasi PAI untuk mengembangkan, menambah, mengubah serta menjelaskan Standar Akuntansi Keuangan yang berlaku, yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari PAI 1984.

5)      Akhir tahun 1984
Selanjutnya,standar akuntansi di Indonesia pada akhir tahun 1984 mengikuti standar yang bersumber dari IASC (Internasional Accounting Standart Committe).

6)      Pada tahun 1994
Ada perubahan kiblat dari US GAAP ke IFRS , hal ini ditunjukkan sejak tahun 1994 telah terjadi kebijakan dari komite standar akuntansi keuangan untuk Tahun1994, telah menjadi kebijakan dari Komite Standar Akuntansi Keuangan untuk menggunakanInternational Accounting Standards sebagai dasar untuk membangun standar akuntansi keuangan Indonesia. Dan pada tahun 1995, IAI melakukan revisi besar untuk menerapkan standar-standar akuntansi baru, yang kebanyakan konsisten dengan IAS. Beberapa standar diadopsi dari US GAAP dan lainnya dibuat sendiri.setelah berlangsung selama 10 tahun IAI kembali melakukan revisi total terhadap PAI 1984 dan melakukan kodifikasi dalam buku ”Standar Akuntansi Keuangan (SAK) per 1 Oktober 1994.” IAI mengadopsi pernyataan International Accounting Standard Committee (IASC) sebagai dasar acuan Standar Akuntansi Keuangan yang berlaku di Indonesia, kemudian menerbitkan dua buah buku yaitu Standar Akuntansi Keuangan–Oktober 1994, Buku 1 dan Buku 2 yang berisi:
(1). Kerangka Dasar Penyusunan dan Penyajian Laporan Keuangan
(2).Seperangkat Standar Akuntansi Keuangan, terdiri dari 35 Pernyataan yang setaraf dengan standar internasional.
Kerangka dasar dan seperangkat pernyataan tersebut merupakan landasan yang dianggap kokoh untuk pengembangan lebih lanjut. Berlaku untuk penyusunan Laporan Keuangan mencakup periode laporan yang dimulai atau setelah tanggal 1 Januari 1995. Standar Akuntansi Keuangan yang dikeluarkan IAI disebut Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK). Sejak diterbitkannya buku Standar Akuntansi Keuangan tahun 1994, IAI terus melakukan revisi guna penyempurnaan standar yang sudah ada maupun penambahan standar baru dan interpretasi Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK). IAI juga telah memutuskan untuk melakukan harmonisasi dengan Standar Akuntansi Internasional dalam pengembangan standarnya. Dalam perkembangannya, Standar Akuntansi Keuangan 13 terus direvisi secara berkesinambungan, baik berupa penyempurnaan maupun penambahan standar baru sejak tahun 1994. Proses revisi telah dilakukan delapan kali, yaitu pada tanggal 1 Oktober 1995, 1 Juni 1996, 1 Juni 1999, 1 April 2002, 1 Oktober 2004, 1 September 2007, 1 juli 2009 dan 1 januari 2012.

7)      Tahun 2008
Sebagai tindak lanjut dari komitmen yang dibuat para Kepala Negara di London pada 2008, Dewan Standar Akuntansi Keuangan-Ikatan Akuntansi Indonesia (DSAK- IAI) telah memulai program konvergensi standar akuntansi keuangan Indonesia menuju Internasional Financial Reporting Standard (IFRS) yang dikeluarkan oleh Internasional Accounting Standar Board (IASB). Program Konvergensi tersebut telah berlangsung secara bertahap dan pada akhir 2012, seluruh pernyataan standar akuntansi keuangan Indonesia (PSAK) yang jumlahnya lebih dari 60 PSAK telah selesai dilakukan penyesuaian dengan mengadopsi IFRS. Saat ini IFRS telah diterapkan di lebih 100 negara di dunia yang meliputi seluruh negara dikawasan Eropa dan sejumlah besar negara di kawasan Asia Pasifik, seperti Australia, Malaysia, Singapura, Hongkong, Turki, dan sebagainya. Tren ini akan terus diikuti oleh negara-negara lain termasuk Amerika Serikat yang juga sedang menyiapkan konvergensi IFRS secara bertahap.
Pada bulan Desember 2008, Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) telah mencanangkan konvergensi PSAK ke IFRS secara penuh pada tahun 2012. Sejak tahun 2009, Dewan Standar Akuntansi Keuangan - Ikatan Akuntan Indonesia (DSAK-IAI) melaksanakan program kerja terkait dengan proses konvergensi tersebut sampai dengan tahun 2011.Ditargetkan bahwa pada tahun 2012, seluruh PSAK tidak memiliki beda material dengan IFRS yang berlaku per 1 Januari 2009. Setelah tahun 2012, PSAK akan di-update secara terus-menerus seiring adanya perubahan pada IFRS. Bukan hanya mengadopsi IFRS yang sudah terbit, DSAK-IAI juga bertekad untuk berperan aktif dalam pengembangan standar akuntansi dunia. Dengan dibuatnya satu standar akuntansi yang sama dan digunakan oleh seluruh negara akan semakin mendorong investor untuk masuk dalam pasar modal seluruh dunia, hal ini dikarenakan mutu dari laporan keuangan yang dihasilkan memiliki kredibilitas tinggi, pengungkapan yang lebih luas, informasi keuangan yang relevan dan akurat  serta dapat diperbandingkan dan satu lagi yang sangat penting adalah dapat berterima secara internasional dan mudah untuk dipahami.
Tahap adopsi kedua dilakukan pada periode 2008-2011 meliputi aktivitas adopsi seluruh IFRS ke PSAK, persiapan infrastruktur, evaluasi terhadap PSAK yang berlaku. Untuk perkembangan konvergensi IFRS selama tahun 2009-2010 adalah sebagai berikut :
·         Jumlah PSAK yang telah disahkan dari Juni 2009Juni 2010 berjumlah 15 buah, semuanya berlaku 2011 kecuali PSAK 10 berlaku 2012 namun penerapan dini diijinkan
·         Bila asumsi ED PSAK 3 dan ED ISAK 17 disahkah dalam waktu dekat, maka jumlah PSAK yang akan berlaku efektif 2012 adalah 15 buah dan ISAK 7 buah.
·         Jumlah PSAK yang belum disahkan dan akan berlaku 2012 sampai dengan Juni 2010 dan ISAK adalah 5 buah
·         Jumlah PSAK yang masih Non Comparable dengan IFRS adalah 8 buah
·         Jumlah PSAK yang telah dicabut dgn PPSAK dan pencabutan berlaku sejak 2010 adalah 9 PSAK dan 1 Interpretasi . Beberapa PSAK juga telah dicabut dgn bersamaan dgn berlakunya PSAK baru sehingga total PSAK yang dicabut adalah 16 PSAK.

PSAK disahkan 23 Desember 2009
1.      PSAK 1 (revisi 2009): Penyajian Laporan Keuangan
2.      PSAK 2 (revisi 2009): Laporan Arus Kas
3.      PSAK 4 (revisi 2009): Laporan Keuangan Konsolidasian dan Laporan Keuangan Tersendiri
4.      PSAK 5 (revisi 2009): Segmen Operasi
5.      PSAK 12 (revisi 2009): Bagian Partisipasi dalam Ventura Bersama
6.      PSAK 15 (revisi 2009): Investasi Pada Entitas Asosiasi
7.      PSAK 25 (revisi 2009): Kebijakan Akuntansi, Perubahan Estimasi Akuntansi, dan Kesalahan
8.      PSAK 48 (revisi 2009): Penurunan Nilai Aset
9.      PSAK 57 (revisi 2009): Provisi, Liabilitas Kontinjensi, dan Aset Kontinjensi
10.  PSAK 58 (revisi 2009): Aset Tidak Lancar yang Dimiliki untuk Dijual dan Operasi yang Dihentikan

Interpretasi disahkan 23 Desember 2009:
1.      ISAK 7 (revisi 2009): Konsolidasi Entitas Bertujuan Khusus
2.     ISAK 9: Perubahan atas Liabilitas Purna Operasi, Liabilitas Restorasi, dan Liabilitas Serupa
3.      ISAK 10: Program Loyalitas Pelanggan
4.      ISAK 11: Distribusi Aset Nonkas Kepada Pemilik
5.      ISAK 12: Pengendalian Bersama Entitas: Kontribusi Nonmoneter oleh Venturer

PSAK disahkan sepanjang 2009 yang berlaku efektif tahun 2010:
1.      PPSAK 1: Pencabutan PSAK 32: Akuntansi Kehutanan, PSAK 35: Akuntansi Pendapatan Jasa Telekomunikasi, dan PSAK 37: Akuntansi Penyelenggaraan Jalan Tol
2.      PPSAK 2: Pencabutan PSAK 41: Akuntansi Waran dan PSAK 43: Akuntansi Anjak Piutang
3.     PPSAK 3: Pencabutan PSAK 54: Akuntansi Restrukturisasi Utang Piutang bermasalah
4.      PPSAK 4: Pencabutan PSAK 31 (revisi 2000): Akuntansi Perbankan, PSAK 42: Akuntansi Perusahaan Efek, dan PSAK 49: Akuntansi Reksa Dana
5.      PPSAK 5: Pencabutan ISAK 06: Interpretasi atas Paragraf 12 dan 16 PSAK No. 55 (1999) tentang Instrumen Derivatif Melekat pada Kontrak dalam Mata Uang Asing

PSAK yang disahkan 19 Februari 2010:
1.      PSAK 19 (2010): Aset tidak berwujud
2.      PSAK 14 (2010): Biaya Situs Web
3.      PSAK 23 (2010): Pendapatan
4.      PSAK 7 (2010): Pengungkapan Pihak-Pihak Yang Berelasi
5.      PSAK 22 (2010): Kombinasi Bisnis (disahkan 3 Maret 2010)
6.      PSAK 10 (2010): Transaksi Mata Uang Asing (disahkan 23 Maret 2010
7.      ISAK 13 (2010): Lindung Nilai Investasi Neto dalam Kegiatan Usaha Luar Negeri

Exposure Draft Public Hearing 27 April 2010
1.      ED PSAK 24 (2010): Imbalan Kerja
2.      ED PSAK 18 (2010): Program Manfaat Purnakarya
3.      ED ISAK 16: Perjanjian Konsesi Jasa (IFRIC 12)
4.      ED ISAK 15: Batas Aset Imbalan Pasti, Persyaratan Pendanaan Minimum dan Interaksinya.
5.      ED PSAK 3: Laporan Keuangan Interim
6.      ED ISAK 17: Laporan Keuangan Interim dan Penurunan Nilai

Exposure Draft PSAK Public Hearing 14 Juli 2010
1.      ED PSAK 60: Instrumen Keuangan: Pengungkapan
2.      ED PSAK 50 (R 2010): Instrumen Keuangan: Penyajian
3.      ED PSAK 8 (R 2010): Peristiwa Setelah Tanggal Neraca
4.      ED PSAK 53 (R 2010): Pembayaran Berbasis Saham

Exposure Draft PSAK Public Hearing 30 Agustus 2010
1.      ED PSAK 46 (Revisi 2010) Pajak Pendapatan
2.     ED PSAK 61: Akuntansi Hibah Pemerintah Dan Pengungkapan Bantuan Pemerintah
3.      ED PSAK 63: Pelaporan Keuangan dalam Ekonomi Hiperinflasi
4.      ED ISAK 18: Bantuan Pemerintah-Tidak Ada Relasi Specifik dengan Aktivitas Operasi
5.      ED ISAK 20: Pajak Penghasilan-Perubahan dalam Status Pajak Entitas atau Para Pemegang Sahamnya

8)         Tahun 2012
Tujuan akhir dari konvergensi IFRS adalah PSAK sama dengan IFRS tanpa adanya modifikasi sedikitpun. Di sisi lain, tanpa perlu mendefinisikan konvergensi IFRS itu sendiri, berdasarkan pengalaman konvergensi beberapa IFRS yang sudah dilakukan di Indonesia tidak dilakukan secara full adoption. Sistem pengurusan perusahaan di Indonesia yang memiliki dewan direksi dan dewan komisaris (dual board system) berpengaruh terhadap penentuan kapan peristiwa setelah tanggal neraca, sebagai contoh lain dari perbedaan antara PSAK dengan IFRS. Indonesia melalui Dewan Standar Akuntansi Keuangan (DSAK), Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) sedang melakukan proses konvergensi IFRS dengan target penyelesaian tahun 2012. IFRS menekankan pada principle base dibandingkan rule base.  Indonesia telah mengadopsi IFRS secara penuh pada 2012, strategi adopsi yang dilakukan untuk konvergensi ada dua macam, yaitu big bang strategy dan gradual strategy. Big bang strategy mengadopsi penuh IFRS sekaligus, tanpa melalui tahapan-tahapan tertentu. Strategi ini digunakan oleh negara-negara maju. Sedangkan pada gradual strategy, adopsi IFRS dilakukan secara bertahap. Strategi ini digunakan oleh negara-negara berkembang seperti Indonesia. Sasaran konvergensi IFRS tahun 2012, yaitu merevisi PSAK agar secara material  sesuai dengan IFRS versi 1 Januari 2009 yang berlaku efektif tahun 2011/2012, Konvergensi IFRS di Indonesia dilakukan secara bertahap. Adapun manfaat yang diperoleh dari konvergensi IFRS adalah memudahkan pemahaman atas laporan keuangan dengan penggunaan SAK yang dikenal secara internasional, meningkatkan arus investasi global melalui transparasi, menurunkan biaya modal dengan membuka peluang fund raising melalui pasar modal secara global, menciptakan efesiensi penyusunan laporan keuangan.

Sumber :

Tidak ada komentar:

Posting Komentar