Senin, 04 Mei 2015

PERSAINGAN BANK LOKAL DENGAN BANK ASING DI INDONESIA

Segala bentuk usaha selalu memiliki kompetitor, tidak terkecuali bidang perbankan. Bank-bank dalam negeri berusaha untuk terus bersaing dengan bank asing regional yang masuk ke Indonesia. Kebijakan pemerintah di bidang perbankan dalam pembelian saham bank umum yang diatur dalam PP No.29 Tahun 1999,sebagaimana kita ketahui, investor asing boleh memiliki hingga 99% aset bankmengakibatkan semakin banyaknya bank asing yang beroperasi di Indonesia.. Sulit menemukan aturan sebebas itu di negara lain. Kita termasuk yang paling bebas.Sayangnya, keberadaan bank asing di Indonesia tidak banyak memberikan kontribusi terhadap perekonomian Indonesia.

Saat ini perbankan nasional sudah didominasi oleh bank asing dan bank lokal yang dimiliki orang asing, sehingga diberlakukannya MEA sesungguhnya tidak menciptakan kondisi berbeda bagi perbankan nasional, karena perbankan dalam negeri kita sudah terbiasa dengan adanya persaingan dengan bank-bank asing yang masuk ke sini. Jadi tidak akan terlalu sulit bagi perbankan kita jika hanya ingin jadi tuan rumah di negeri sendiri saja. Tapi perbankan nasional kita harus memiliki target untuk mendominasi MEA 2020 dalam sektor perbankan.

Pengamat perbankan Fauzi Ikhsan mengatakan, melihat hal ini pilihannya ada dua, yakni melindungi konsumen atau perbankan lokal. Menurutnya, jika ingin margin atau selisih suku bunga kredit perbankan menurun, maka tingkat kompetisi harus ditingkatkan, salah satunya dengan membiarkan bank-bank asing masuk ke daerah-daerah. “Namun, saat ini bank lokalnya belum tentu suka bank asing ikut bersaing di daerah, karena kalau bank asing ikut bersaing di daerah ditakutkan margin akan turun. Jadi, pilihannya ada dua, mau melindungi perbankan lokal atau masyarakat. Sebab, semakin banyak kompetisi ongkos kreditnya turun,” kata Fauzi Ikhsan usai menghadiri penandatangan kerja sama Standard Chartered dengan WOM Finance, di Jakarta, Rabu, 23 Maret 2011. Ia menuturkan, ketika pada 1998-1999, bank-bank lokal pada bangkrut dan diambil oleh pemerintah melalui BPPN lalu kembali di jual, kenapa tidak ada investor Indonesia yang mau masuk? “Artinya, kalau kita mau mengeluh banyak infestor asing yang menguasai bank lokal mestinya mengeluh pada saat tahun 1998-1999, sewaktu BPPN kembali menjual bank-bank tersebut. Mestinya investor lokalnya yang masuk bukan investor asing seperti Temasek, dan Khasanah,” ujarnya. Karena itu, tambahnya, jika ingin ongkos bunga kredit konsumen menurun, kompetisi harus dibuat seketat mungkin, termasuk membiarkan bank asing melakukan aktifitasnya. “Kalau mau melindungi konsumen ya margin harus ditekan seketat-ketatnya dengan meningkatkan persaingan,” jelasnya.

Dominasi kepemilikan saham pihak asing sebesar 48 persen dalam lingkungan perbankan nasional dinilai sangat mengkhawatirkan sistem perekonomian Indonesia. Perlu penegasan spesifik dalam UU Perbankan yang selama ini dirasa melonggarkan ekspansi pihak asing.

“Status bank swasta nasional yang kini mayoritas sahamnya dimiliki asing harus dikategorikan sebagai bank asing sehingga terkena pembatasan ekspansi bisnis,” ujar analis keuangan Lin Che Wei dalam paparan riset tentang ’’Regulasi dan Peta Persaingan Bank Lokal Versus Bank Asing’’, kemarin.

Saat ini, lanjut dia, masih ada kerancuan status bank. Ada sejumlah bank yang kepemilikan sahamnya oleh asing besar, namun masih dikategorikan bank swasta nasional.
Ada beberapa hal yang membuat bank asing tersebut berminat untuk berinvestasi di Indonesia. salah satu contributing factor yang significant adalah tingginya Net Interest Margin (NIM) perbankan di Indonesia. Kalau di negara mereka bank asing tersebut hanya bisa mendapatkan NIM maksimal sebesar 2-3%. Tetapi, di Indonesia industri perbankan nasional bisa meraih NIM dengan rata-rata sebesar 6%.

Hal yang perlu diperhatikan juga ialah untuk strategi ke depan. Bank-bank nasional tidak hanya harus fokus kepada peningkatan Net Interest Income saja. Tetapi, juga harus meningkatkan portfolio Fee Based Income-nya dan juga harus berani berinvestasi dan menyalurkan pembiayaan di high return businessess seperti salah satunya ke sektor Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah.

Dengan demikian perbankan nasional dapat berperan dan berkontribusi meningkatkan perekonomian Indonesia khususnya sektor riil dalam rangka meningkatkan tarap hidup rakyat banyak yang sesuai dengan inti dan tujuan dari UU perbankan No 7 tahun 1992/ No 10 tahun 1998.

Dalam situasi seperti ini, Bank Indonesia (BI) melihat tidak bisa melarang bank-bank itu masuk ke Indonesia. Maklum kita sudah mengeluarkan regulasi bahwa asing boleh mengakuisisi bank lokal sebesar 99 persen. Namun kedatangan mereka, sekaligus membuat profit perbankan kita tertekan, karena makin banyak pemain besar yang bermain di dalamnya,” ungkap Deputi Gubernur BI Darmin Nasution di Gedung BI Jakarta,Jumat (23/10/2009).

Lanjut Darmin, BI pun tidak dapat menjilat ludah sendiri atas regulasi yang telah dikeluarkan. Karena bisa dianggap tidak konsisten terhadap regulasi tersebut. Bahkan bisa timbul masalah jika harus merubah regulasinya.

Sebelumnya, BI memperbolehkan asing memiliki maksimal 99 persen saham bank nasional. Dengan regulasi tersebut, perbankan asing terutama Malaysia begitu ekspansif dalam akuisisi bank nasional.
Paling terbaru, bank asal Malaysia RHB Capital akan mengakuisisi sekira 80 persen Bank Mestika Dharma. Setelah menuntaskan akusisi tersebut, RHB Capital akan menambah kepemilikannya hingga 90 persen.

Proses akuisisi tersebut melengkapi bank yang telah diakusisi oleh bank asal Malaysia sebelumnya. Yaitu Malayan Banking (Maybank) yang membeli PT Bank Internasional Indonesia. Serta CIMB Group Holding Berhard yang membeli PT Bank Niaga Tbk (Bank CIMB Niaga).

Bank asing seperti ANZ (Australia), Standard Chartered Bank, HSBC, Barclays yang berasal dari Inggris, Rabobank (Belanda), Texas Pacific dan Mercy Corp (Amerika), ICBC (China), State Bank of India (India), Tokyo Mitsubishi (Jepang) dan IFC (Korea Selatan) adalah beberapa bank asing dengan kepemilikan saham terbesar di beberapa perbankan Nasional.

Tidak hanya itu, ternyata ada State Bank of India (SBI) yang berniat akan mengakuisisi bank di Indonesia yang memiliki aset sekitar USD100 juta atau sedikit di bawah Rp1 triliun.

Tidak Ketinggalan juga industri perbankan syariah di tanah air akan kedatangan pesaing dari Timur Tengah. Seperti Kuwait Finance House (KFH) salah satu Islamic Bank terbesar di Kuwait. Tidak hanya KFH saja yang berminat tetapi menurut Deputi Direktur Direktorat Perbankan Syariah BI Mulya Siregar juga mengatakan ada dua investor Timur Tengah yaitu Albarkah dan Asian Finance Bank yang sangat tertarik untuk membeli bank lokal. “Mereka sudah datang ke kita dengan rencana mereka akan membeli bank lokal dan dikonversi ke syariah,” ujar Mulya (www.detikfinance.com, 7 Desember 2009).


Sumber :

Tidak ada komentar:

Posting Komentar