Rabu, 26 Desember 2012

MANAJEMEN RESIKO PADA KOPERASI SIMPAN PINJAM (KSP) DAN UNIT SIMPAN PINJAM (USP)

Disampaikan dalam Proverty Alleviation and Microfinance Forum-MICRA Indonesia.
www.studentsite.gunadarma.ac.id    Koperasi sebagai gerakan ekonomi rakyat, dan merupakan salah satu pilar ekonomi, selayaknya perlu mendapat perhatian serius dari pemerintah. Di sisi lain, salah satu upaya pemerintah dalam mengurangi pengangguran dan mengentaskan kemiskinan dilakukan melalui program-program pemberdayaan ekonomi rakyat. Dengan demikian, melalui pemberdayaan koperasi diharapkan akan mendukung upaya pemerintah tersebut. Dalam upayanya, pemerintah dalam hal ini Kementerian Negara Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah dituntut untuk dapat menghasilkan program dan kebijakan yang dapat mendukung tumbuh dan berkembangnya koperasi.
     Berdasarkan laporan Statistik Perkembangan Koperasi tahun 2009 yang diterbitkan oleh Kementerian Koperasi tampak bahwa perkembangan koperasi di Indonesia mengalami pertumbuhan yang cukup menggembirakan. Dimana secara kelembagaan Koperasi dalam periode 2007 – 2008 mengalami perkembangan yang signifikan dengan laju perkembangan sebanyak 5.171 unit atau tumbuh 3,45%, selain itu jumlah Koperasi yang aktif juga mengalami peningkatan sebanyak 3.931 unit atau 3,74%. Hal ini menunjukan bahwa keberadaan Koperasi sebagai sebuah wadah yang mampu memberikan manfaat bagi setiap orang yang bergabung didalamnya menjadi sebuah alternative pilihan untuk mencapai suatu keadaan yang lebih baik .
       Perkembangan yang cukup menggembirakan inipun harus diikuti dengan pengembangan bagi pelaku – pelaku Koperasi itu sendiri, mengingat pertumbuhan kelembagaan yang tinggi tanpa diikuti dengan kompetensi dari para pelaku Koperasi memiliki resiko yang sangat tinggi terhadap perkembangan Koperasi itu sendiri dimasa yang akan datang.
Harus diakui bahwa tidak ada satu aktivitas apapun yang kita lakukan yang tidak mengandung resiko, namun hal ini tidak berarti bahwa dengan adanya resiko yang ditimbulkan dari setiap aktivitas menyebabkan kita tidak melakukan aktivitas apapun guna menghindari resiko yang akan timbul.
      Resiko merupakan bahaya, resiko adalah ancaman atau kemungkinan suatu tindakan atau kejadian yang menimbulkan dampak yang berlawanan dengan tujuan yang ingin dicapai. Namun demikian resiko juga harus dipandang sebagai peluang, yang dipandang berlawanan dengan tujuan yang ingin dicapai. Jadi kata kuncinya adalah tujuan dan dampak pada sisi yang berlawanan.
      Dengan kata lain resiko adalah probabiltas bahwa “Baik” atau “Buruk” yang mungkin terjadi yang akan berdampak terhadap tujuan yang ingin kita capai. Untuk itu resiko perlu kita kelola dengan baik melalui proses yang logis dan sitematik dalam identifikasi, kuantifikasi, menentukan sikap, menetapkan solusi serta memonitor dan pelaporan resiko yang berlangsung pada setiap aktivitas atau proses atau yang biasa kita kenal dengan manajemen resiko.
Kembali pada perkembangan koperasi, walaupun mengalami perkembangan yang cukup menggembirakan Koperasi senantiasa atau sering kali terganjal oleh sejumlah masalah klasik. Diantaranya :
1.   Lemahnya partisipasi anggota
2.   Kurangnya permodalan
3.   Pemanfaatan pelayanan
4.   Lemahnya pengambilan keputusan
5.   Lemahnya Pengawasan
6.   Manajemen Resiko

Masalah – masalah tersebut diatas merupakan potensi resiko yang yang tampak dan teridentifikasi, sehingga berangkat dari permasalahan umum tersebut Koperasi seharusnya sudah mampu melakukan mitigasi resiko atas permasalahan tersebut diatas. Selanjutnya bagi Koperasi yang bergerak dalam usaha simpan pinjam baik KSP ataupun USP merupakan industri yang sarat dengan resiko. KSP atau USP sebenarnya adalah miniatur dari perbankan. Yang dikelola hampir sama, yakni uang masyarakat (anggota koperasi) dan kemudian menyalurkan dalam bentuk pinjaman kepada masyarakat (anggota koperasi dan dalam hal Koperasi memiliki kapasitas berlebih maka Koperasi dapat melayani Non Anggota) yang membutuhkan. Dengan resiko tersebut maka sudah selayaknya jika KSP dan USP menerapkan konsep manajemen resiko, sebagai konsekuensi dari bisnis yang penuh dengan resiko. Artinya resiko yang mungkin timbul dimitigasi dengan cara menerapkan manajemen resiko disemua lini dan bidang. Hal ini menunjukan bahwa pengurus dan pengelola KSP / USP sudah selayaknya memiliki kemampuan dalam hal manajemen resiko atau sudah mengikuti program sertifikasi manajemen resiko. Tentunya konsep yang ditawarkan disesuaikan dengan tingkat resiko yang melekat pada bisnis koperasi.
Manajemen Resiko
Salah satu langkah yang dapat dilakukan untuk memperkecil ruang dan kesempatan para pembobol koperasi untuk melancarkan aksinya adalah dengan, memberlakukan manajemen risiko dalam praktek berkoperasi. Masalah ini sebenarnya masalah klise yang sudah dicoba dipecahkan jauh hari sebelum meledaknya berbagai kasus di koperasi.
Fenomena ini tentunya sejalan dengan rencana penataan modal koperasi, yang seharusnya juga disesuaikan dengan kemajuan bisnis KSP / USP yang bersangkutan. Semua risiko yang muncul di balik gemerlapnya bisnis KSP / USP, harus bisa ditutup dengan modal koperasi. Itu berarti manajemen risiko merupakan back bone menuju koperasi yang sehat.
Maklum, pengalaman tidak menyenangkan yang menimpa beberapa koperasi memperlihatkan bahwa persoalan manajemen risiko tidak bisa dianggap enteng. Pengalaman memberi pelajaran berharga bahwa pengelolaan risiko yang buruk dapat membahayakan kelangsungan koperasi.
Pertanyaannya, risiko apa saja yang harus di-cover oleh koperasi? Faktor risiko yang melekat pada bisnis koperasi khususnya KSP / USP, jika dikaji lebih jauh, temyata jumlahnya sangat banyak (beragam). Di antaranya :
1.  Resiko Kredit , resiko ini didefinisikan sebagai resiko kerugian sehubungan dengan pihak peminjam tidak dapat dan atau tidak mau memenuhi kewajiban untuk membayar kembali dana yang dipinjamkannya secara penuh pada saat jatuh tempo atau sesudahnya.
2. Resiko Likuiditas , resiko yang disebabkan Koperasi tidak mempu memenuhi kewajibannya yang telah jatuh tempo.
3. Resiko Operasional , resiko operasional didefinisikan sebagai resiko kerugian atau ketidakcukupan proses internal, sumber daya manusia dan system yang gagal atau dari peristiwa eksternal.
4. Resiko Bisnis , adalah resiko yang terkait dengan posisi persaingan antar Koperasi dan prospek keberhasilan Koperasi dalam perubahan pasar.
5. Resiko Strategik , adalah resiko yang terkait dengan keputusan jangka panjang yang dibuat oleh pengurus dan pengelola.
6. Resiko Reputasional , resiko kerusakan pada Koperasi yang diakibatkan dari hasil opnini public yang negative.
7.   Resiko Legal
8.   Resiko Politik
9.   Resiko Kepatuhan
Tentunya, penerapan manajemen risiko dalam operasional koperasi sejalan dengan pertumbuhan bisnisnya. Bagi koperasi ukuran kecil, penerapan manajemen risiko minimal adalah untuk mereduksi risiko kredit, risiko likuiditas, serta risiko operasional. Bagi koperasi dengan ukuran dan kompleksitas bisnis tinggi dan pernah memiliki pengalaman kerugian karena risiko hukum, reputasi, strategik, dan kepatuhan, yang dapat membahayakan kelangsungan usahanya, wajib menerapkan manajemen risiko untuk seluruh risiko yang dimaksud.
Mempersiapkan Manajemen Resiko
Pada dasarnya risiko masih dapat dikelola. Pengelolaan risiko adalah upaya yang sadar untuk mengidentifikasi, mengukur, dan mengendalikan bentuk kerugian yang dapat timbul. Ini merupakan upaya yang terus-menerus, karena risiko akan dihadapi oleh siapa saja, baik besar maupun kecil. Ada lima tindakan pokok dalam pengelolaan risiko, yaitu:
1.   Identifikasi risiko dan Pemetaan Resiko . Tindakan ini erat kaitannya dengan kemampuan kita untuk menganalisa dan memprediksi berbagai kejadian yang senantiasa dihadapi oleh setiap orang atau Organisasi.
2.   Pengukuran risiko dan Peringkat Resiko . Setelah semua kejadian kita analisa, dan kemungkinan kerugiannya kita ketahui, langkah berikutnya adalah mengukur kerugian-kerugian potensial untuk masa yang akan datang.
3.   Menegaskan profil resiko dan rencana manajemen , hal ini terkait dengan gaya manajemendan visi strategis dari organisasi.
. Ada lima kunci utama mengendalikan risiko yang perlu diperhatikan oleh para pelaku Koperasi.
a.    Menghindari.  Menghindari risiko biasanya sulit dilakukan karena tidak praktis dan tidak mungkin.
b.    Mengurangi.  Mengurangi risiko dapat dilakukan untuk beberapa hal, misalnya mempersiapkan sejumlah likuiditas pada jumlah tertentu untuk menjaga kemampuan koperasi guna memenuhi kewajiban yang jatuh tempo,   dan memeriksa catatan-catatan keuangan yang ada.
c.    Menyebarkan.  Menyebarkan risiko dapat dilakukan dengan beberapa cara yang pada intinya mengurangi risiko kerugian yang akan terjadi. Misalnya, uang tunai yang ada tidak disimpan pada satu tempat saja, sebagian di Bank sebagian di Koperasi.
d.   Membuat anggapan.  Membuat anggapan terhadap risiko adalah alat yang paling praktis andaikata alternatif-alternatif lain tidak dapat lagi ditemukan. Misalnya kita membuat anggapan bahwa pada bulan – bulan tertentu Koperasi harus menghentikan atau mengurangi aktivitas pembiayaannya karena berpotensi terjadi side streaming atau seba liknya.
e.    Mengalihkan.  Mengalihkan risiko dapat dilaksanakan dengan jalan menggunakan pihak lain untuk memikul tanggungan kerugian yang bisa terjadi. Misalnya penyimpanan uang di Bank atau Koperasi adalah salah satu bentuk pengalihan risiko yang dapat dilakukan.
5.   Pemantauan . Terkait dengan implementasi dari manajemen resiko telah berjalan baik dan senantiasi dilakukan kajian – kajian dalam upaya perbaiakn secara continue.
Meningkatkan kepercayaan
Lalu, bagaimana gerakan koperasi di Indonesia memulai proyek barunya untuk mulai memasukkan unsur manajemen risiko dalam bisnis koperasi? Kementerian Negara Koperasi dan UKM bekerja sama dengan Dekopin semestinya bisa memulainya dengan melakukan sosialisasi, baik kepada koperasi primer maupun sekunder. Konsepnya bisa belajar banyak dari Badan Sertifikasi Manajemen Risiko (BSMR) yang sudah berpengalaman dengan sertifikasi manajemen risiko bagi para bankir. Tentunya, konsep yang telah ada tidak ditelan mentah-mentah, tapi disesuaikan dengan kebutuhan skala usaha bisnis koperasi.
Upaya ini tentunya membutuhkan waktu yang cukup panjang, dan tidak semudah membalikkan tangan. Terlebih, jumlah koperasi di Indonesia sekarang ini sudah mencapai jutaan. Sosialisasi dan implementasinya juga tidak mudah dilakukan. Tapi, tidak ada salahnya kalau proyek besar ini mulai dipikirkan dan menjadi agenda di masa mendatang. Toh, semuanya ditujukan unluk kemajuan bisnis koperasi itu sendiri. Bayangkan, kalau setiap koperasi sudah menerapkan manajemen risiko, kualitas koperasi akan semakin meningkat.
Dengan meningkatnya kepercayaan masyarakat akan bisnis koperasi, hal itu akan semakin memudahkan koperasi merekrut anggota baru. Masyarakat akan berlomba-lomba menjadi anggota koperasi, karena sudah dikelola dengan manajemen yang baik, di mana faktor manajemen risiko sudah melekat di dalamnya. Yang lebih penting dari itu semua, segenap awak kospin harus menyadari, kendati manajemen risiko belum diterapkan dalam operasional koperasi, namun hendaknya sudah mulai melekat dalam bentuk budaya risiko.

Referensi :
·         Ferry N. Idroes, “Manajemen Resiko Perbankan, Pemahaman Pendekatan 3 Pilar Kesepakatan Basel II terkait Aplikasi Regulasi dan Pelaksanaannya di Indonesia”, Penerbit RajaGrafindo Jakarta, 2008
·         Statistika Perkoperasian 2009, www.depkop.go.id
·         Sudidarto, Kontan, 11 July 2009

Tidak ada komentar:

Posting Komentar