Standar
akuntansi keuangan yang berkualitas merupakan salah satu prasarana penting
untuk mewujudkan transparasi tersebut. Standar akuntansi keuangan dapat
diibaratkan sebagai sebuah cermin, di mana cermin yang baik akan mampu
menggambarkan kondisi praktis bisnis yang sebenarnya. Oleh karena itu,
pengembangan standar akuntansi keuangan yang baik, sangat relevan dan mutlak
diperlukan pada masa sekarang ini.
Terkait hal tersebut, Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) sebagai wadah profesi akuntansi di Indonesia selalu tanggap terhadap perkembangan yang terjadi, khususnya dalam hal-hal yang memengaruhi dunia usaha dan profesi akuntan. Hal ini dapat dilihat dari dinamika kegiatan pengembangan standar akuntansi sejak berdirinya IAI pada tahun 1957 hingga kini. Setidaknya, terdapat tiga tonggak sejarah dalam pengembangan standar akuntansi keuangan di Indonesia.
Kemudian, tonggak sejarah kedua terjadi pada tahun 1984. Pada masa itu, komite PAI melakukan revisi secara mendasar PAI 1973 dan kemudian mengkondifikasikannya dalam buku ”Prinsip Akuntansi Indonesia 1984” dengan tujuan untuk menyesuaikan ketentuan akuntansi dengan perkembangan dunia usaha.
Untuk dapat menghasilkan standar
akuntansi keuangan yang baik, maka badan penyusunnya terus dikembangkan dan
disempurnakan sesuai dengan kebutuhan. Awalnya, cikal bakal badan penyusun
standar akuntansi adalah Panitia Penghimpunan Bahan-bahan dan Struktur dari
GAAP dan GAAS yang dibentuk pada tahun 1973. Pada tahun 1974 dibentuk Komite
Prinsip Akuntansi Indonesia (PAI) yang bertugas menyusun dan mengembangkan
standar akuntansi keuangan. Komite PAI telah bertugas selama empat periode
kepengurusan IAI sejak tahun 1974 hingga 1994 dengan susunan personel yang
terus diperbarui. Selanjutnya, pada periode kepengurusan IAI tahun 1994-1998
nama Komite PAI diubah menjadi Komite Standar Akuntansi Keuangan (Komite SAK).
Kemudian, pada Kongres VIII IAI tanggal
23-24 September 1998 di Jakarta, Komite SAK diubah kembali menjadi Dewan
Standar Akuntansi Keuangan (DSAK) dengan diberikan otonomi untuk menyusun dan
mengesahkan PSAK dan ISAK. Selain itu, juga telah dibentuk Komite Akuntansi
Syariah (KAS) dan Dewan Konsultatif Standar Akuntansi Keuangan (DKSAK). Komite
Akuntansi Syariah (KAS) dibentuk tanggal 18 Oktober 2005 untuk menopang
kelancaran kegiatan penyusunan PSAK yang terkait dengan perlakuan akuntansi
transaksi syariah yang dilakukan oleh DSAK. Sedangkan DKSAK yang anggotanya
terdiri atas profesi akuntan dan luar profesi akuntan, yang mewakili para
pengguna, merupakan mitra DSAK dalam merumuskan arah dan pengembangan SAK di
Indonesia.
Indonesia sendiri pasti memiliki sistem
pencatatan pelaporan tersendiri. Untuk memberikan gambaran bagaimana
perkembangan Standar Akuntansi Keuangan di Indonesia, maka dapat dilihat
sebagai berikut :
1) Jaman
Belanda
Setelah VOC bubar pada 31 Desember 1799,
kekuasaan diambil alih oleh Kerajaan Belanda, zaman penjajahan Belanda dimulai
tahun 1800-1942. Pada waktu itu, catatan pembukuannya menekankan pada mekanisme
debet dan kredit, yang antara lain dijumpai pada pembukuan Amphioen Socyteit di
Batavia yang bergerak dalam usaha peredaran candu atau morfin (amphioen) yang
merupakan usaha monopoli di Belanda. Banyak perusahaan Belanda yang didirikan
di Indonesia pada abad ke-19. Catatan pembukuannya merupakan modifikasi sistem
Venesia-Italia, dan tidak dijumpai adanya kerangka pemikiran konseptual untuk
mengembangkan sistem pencatatan karena kondisinya sangat menekankan pada
praktik-praktik dagang yang semata-mata untuk kepentingan perusahaan
Belanda.Pada era ini Belanda mengenalkan sistem pembukuan berpasangan
(double-entry bookkeeping) sebagaimana yang dikembangkan oleh Luca Pacioli.
Sistem ini diperkenalkan oleh Luca Pacioli bersama Leonardo da Vinci, dan sudah
dipakai untuk melakukan pencatatan upah sejak zaman Babilonia. Sistem
Kontinetal merupakan pencatatan semua transaksi ke dalam dua bagian, yaitu
debit dan kredit secara seimbang dan menghasilkan pembukuan yang sistematis
serta laporan keuangan yang terpadu. Dengan menggunakan sistem ini perusahaan
mendapatkan gambaran tentang laba rugi usaha, kekayaan perusahaan, serta hak
pemilik. Persamaan akuntansi double entry boookeeping adalah “Harta =
Utang + Modal”
Pada tahun 1602, terjadi peleburan 14
maskapai yang beroperasi di Hindia Timur, yang selanjutnya di tahun 1619
membuka cabang di Batavia dan kota-kota lainnya di Indonesia. Perjalanan VOC
ini berakhir pada tahun 1799 dan setelah VOC dibubarkan, kekuasaan diambil alih
oleh Kerajaan Belanda. Sejak masa itulah mulai tumbuh perusahaan-perusahaan
Belanda di Indonesia. Catatan pembukuan saat itu menekankan pada mekanisme
debit dan kredit berdasarkan praktik dagang yang semata-mata untuk kepentingan
perusahaan Belanda. Pada masa ini, sektor usaha kecil dan menengah umumnya
dikuasai oieh masyarakat Cina, India, dan Arab yang praktik akuntansinya
menggunakan atau dipengaruhi oieh sistem dari negara mereka masing-masing. Pada
masa penjajahan Jepang tahun 1942 sampai 1945, sistem akuntansi tidak banyak
mengalami perubahan, yaitu tetap menggunakan pola Belanda.
2) Pada
tahun 1945-1955
Pada tahun 1947 hanya ada satu orang
akuntan yang berbangsa Indonesia yaitu Prof. Dr. Abutari (Soermarso 1995).
Praktik akuntansi model Belanda masih digunakan selama era setelah kemerdekaan
(1950an). Pendidikan dan pelatihan akuntansi masih didominasi oleh sistem
akuntansi model Belanda. Nasionalisasi atas perusahaan yang dimiliki Belanda
dan pindahnya orang orang Belanda dari Indonesia pada tahun 1958 menyebabkan
kelangkaan akuntan dan tenaga ahli (Diga dan Yunus 1997). Atas dasar
nasionalisasi dan kelangkaan akuntan, Indonesia pada akhirnya berpaling ke
praktik akuntansi model Amerika. Namun demikian, pada era ini praktik akuntansi
model Amerika mampu berbaur dengan akuntansi model Belanda, terutama yang
terjadi di lembaga pemerintah. Makin meningkatnya jumlah institusi pendidikan
tinggi yang menawarkan pendidikan akuntansi-seperti pembukaan jurusan akuntansi
di Universitas Indonesia 1952, Institute Ilmu Keuangan (Sekolah Tinggi
Akuntansi Negara-STAN) 1990, Univesitas Padjajaran 1961, Universitas Sumatera
Utara 1962, Universitas Airlangga 1962 dan Universitas Gadjah Mada 1964
(Soermarso 1995)-telah mendorong pergantian praktik akuntansi model Belanda
dengan model Amerika pada tahun 1960 (ADB 2003). Salah seorang dosen akuntansi
senior Indonesia Dr. S. Hadibroto telah menulis disertasi tentang dua sistem
ini dengan judul yang sudah diterjemahkan : Studi Perbandingan antara
Akuntansi Amerika dan Belanda dan Pengaruhnya terhadap Profesi di Indonesia.
Pada kesimpulan disertasinya beliau menyarankan agar Indonesia lebih
baikmemilih sistem akuntansi Amerika dibandingkan dengan sistem akuntansi
Belanda.
3) Pada
tahun 1974,
Dimana menjelang diaktifkannya pasar
modal di Indonesia, merupakan pertama kalinya IAI melakukan kodifikasi prinsip
dan standar akuntansi yang berlaku di Indonesia dalam suatu buku ”Prinsip
Akuntansi Indonesia (PAI)”. pada tahun 1973, dengan maksud antara lain:
a. Menghimpun prinsip-prinsip yang lazim
berlaku di Indonesia
b. Sebagai prasarana pasar uang dan modal
pada saat itu.
c. Laporan Keungan perusahaan yang go
publik harus disusun berdasar Prinsip Akuntansi Indonesia.
Adapun bahan-bahan yang digunakan untuk
menghimpun Prinsip Akuntansi Indonesia 1973 antara lain:
a. Buku Prinsip-prinsip Accounting yang
diterbitkan oleh Direktorat Akuntan Negara, Direktorat Jendral Pengawasan
Keuangan Negara (DJPKN), Departemen Keuangan RI sekarang bernama Badan
Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP).
b. Inventory of Generally Accepted
Accounting Principles for Bussiness Enterprice, oleh Paul Grady,
diterbitkan oleh AICPA
c. Opinions of Australian Accounting
Principles,diterbitkan oleh Accounting and Auditing Research Committee dari
Accounting Research Foundation.
d. Kumpulan dari Accounting Research
Bulletinsditerbitkan AICPA.
e. A Statement of Australian
Accounting Principles,diterbitkan oleh NIVRA.
f. Wet op de Jaarekening van
Ondernemingen,diterbitkan oleh NIVRA.
pada tahun 1974 dibentuk Komite Prinsip
Akuntansi Indonesia yang bertugas menyusun dan mengembangkan Standar Akuntansi
Keuangan. Komite PAI telah bertugas selama empat periode kepengurusan IAI sejak
tahun 1974 hingga 1994 dengan susunan personil yang telah diperbaharui.
4) Pada
tahun 1984,
Tahun 1984. Pada masa itu, komite PAI
melakukan revisi secara mendasar PAI 1973 dan kemudian mengkondifikasikannya
dalam buku ”Prinsip Akuntansi Indonesia 1984” dengan tujuan untuk menyesuaikan
ketentuan akuntansi dengan perkembangan dunia usaha. Hanya saja dalam PAI 1984
dibatasi pada hal-hal yang berhubungan dengan akuntansi keuangan yang
diungkapkan secara garis besar atau bersifat umum tidak mencakup praktik
akuntansi untuk industri tertentu. Pada Prinsip Akuntansi Indonesia 1984 masih
memerlukan penjabaran lebih lanjut diatur dengan ”pernyataan” tersendiri.
Sehubungan dengan itu, Komite PAI-IAI mulai tahun 1986 menerbitkan serangkaian
pernyataan PAI dan interpretasi PAI untuk mengembangkan, menambah, mengubah
serta menjelaskan Standar Akuntansi Keuangan yang berlaku, yang merupakan
bagian yang tidak terpisahkan dari PAI 1984.
5) Akhir
tahun 1984
Selanjutnya,standar akuntansi di
Indonesia pada akhir tahun 1984 mengikuti standar yang bersumber dari IASC
(Internasional Accounting Standart Committe).
6) Pada
tahun 1994
Ada perubahan kiblat dari US GAAP ke IFRS
, hal ini ditunjukkan sejak tahun 1994 telah terjadi kebijakan dari komite
standar akuntansi keuangan untuk Tahun1994, telah menjadi kebijakan dari Komite
Standar Akuntansi Keuangan untuk menggunakanInternational Accounting Standards sebagai
dasar untuk membangun standar akuntansi keuangan Indonesia. Dan pada tahun
1995, IAI melakukan revisi besar untuk menerapkan standar-standar akuntansi
baru, yang kebanyakan konsisten dengan IAS. Beberapa standar diadopsi dari US
GAAP dan lainnya dibuat sendiri.setelah berlangsung selama 10 tahun IAI kembali
melakukan revisi total terhadap PAI 1984 dan melakukan kodifikasi dalam buku
”Standar Akuntansi Keuangan (SAK) per 1 Oktober 1994.” IAI mengadopsi
pernyataan International Accounting Standard Committee (IASC)
sebagai dasar acuan Standar Akuntansi Keuangan yang berlaku di Indonesia,
kemudian menerbitkan dua buah buku yaitu Standar Akuntansi Keuangan–Oktober
1994, Buku 1 dan Buku 2 yang berisi:
(1). Kerangka Dasar Penyusunan dan
Penyajian Laporan Keuangan
(2).Seperangkat Standar Akuntansi
Keuangan, terdiri dari 35 Pernyataan yang setaraf dengan standar internasional.
Kerangka dasar dan seperangkat pernyataan
tersebut merupakan landasan yang dianggap kokoh untuk pengembangan lebih
lanjut. Berlaku untuk penyusunan Laporan Keuangan mencakup periode laporan yang
dimulai atau setelah tanggal 1 Januari 1995. Standar Akuntansi Keuangan yang
dikeluarkan IAI disebut Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK). Sejak
diterbitkannya buku Standar Akuntansi Keuangan tahun 1994, IAI terus melakukan
revisi guna penyempurnaan standar yang sudah ada maupun penambahan standar baru
dan interpretasi Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK). IAI juga telah
memutuskan untuk melakukan harmonisasi dengan Standar Akuntansi Internasional
dalam pengembangan standarnya. Dalam perkembangannya, Standar Akuntansi
Keuangan 13 terus direvisi secara berkesinambungan, baik berupa penyempurnaan
maupun penambahan standar baru sejak tahun 1994. Proses revisi telah dilakukan
delapan kali, yaitu pada tanggal 1 Oktober 1995, 1 Juni 1996, 1 Juni 1999, 1
April 2002, 1 Oktober 2004, 1 September 2007, 1 juli 2009 dan 1 januari 2012.
7) Tahun
2008
Sebagai tindak lanjut dari komitmen yang
dibuat para Kepala Negara di London pada 2008, Dewan Standar Akuntansi
Keuangan-Ikatan Akuntansi Indonesia (DSAK- IAI) telah memulai program
konvergensi standar akuntansi keuangan Indonesia menuju Internasional Financial
Reporting Standard (IFRS) yang dikeluarkan oleh Internasional Accounting
Standar Board (IASB). Program Konvergensi tersebut telah berlangsung secara
bertahap dan pada akhir 2012, seluruh pernyataan standar akuntansi keuangan
Indonesia (PSAK) yang jumlahnya lebih dari 60 PSAK telah selesai dilakukan
penyesuaian dengan mengadopsi IFRS. Saat ini IFRS telah diterapkan di lebih 100
negara di dunia yang meliputi seluruh negara dikawasan Eropa dan sejumlah besar
negara di kawasan Asia Pasifik, seperti Australia, Malaysia, Singapura,
Hongkong, Turki, dan sebagainya. Tren ini akan terus diikuti oleh negara-negara
lain termasuk Amerika Serikat yang juga sedang menyiapkan konvergensi IFRS
secara bertahap.
Pada bulan Desember 2008, Ikatan Akuntan
Indonesia (IAI) telah mencanangkan konvergensi PSAK ke IFRS secara penuh pada
tahun 2012. Sejak tahun 2009, Dewan Standar Akuntansi Keuangan - Ikatan Akuntan
Indonesia (DSAK-IAI) melaksanakan program kerja terkait dengan proses
konvergensi tersebut sampai dengan tahun 2011.Ditargetkan bahwa pada tahun 2012,
seluruh PSAK tidak memiliki beda material dengan IFRS yang berlaku per 1
Januari 2009. Setelah tahun 2012, PSAK akan di-update secara terus-menerus
seiring adanya perubahan pada IFRS. Bukan hanya mengadopsi IFRS yang sudah
terbit, DSAK-IAI juga bertekad untuk berperan aktif dalam pengembangan standar
akuntansi dunia. Dengan dibuatnya satu standar akuntansi yang sama dan
digunakan oleh seluruh negara akan semakin mendorong investor untuk masuk dalam
pasar modal seluruh dunia, hal ini dikarenakan mutu dari laporan keuangan yang
dihasilkan memiliki kredibilitas tinggi, pengungkapan yang lebih luas,
informasi keuangan yang relevan dan akurat serta dapat diperbandingkan
dan satu lagi yang sangat penting adalah dapat berterima secara internasional
dan mudah untuk dipahami.
Tahap
adopsi kedua dilakukan pada periode 2008-2011 meliputi aktivitas adopsi seluruh
IFRS ke PSAK, persiapan infrastruktur, evaluasi terhadap PSAK yang berlaku.
Untuk perkembangan konvergensi IFRS selama tahun 2009-2010 adalah sebagai
berikut :
· Jumlah
PSAK yang telah disahkan dari Juni 2009‐Juni 2010 berjumlah 15 buah, semuanya
berlaku 2011 kecuali PSAK 10 berlaku 2012 namun penerapan dini diijinkan
· Bila
asumsi ED PSAK 3 dan ED ISAK 17 disahkah dalam waktu dekat, maka jumlah PSAK
yang akan berlaku efektif 2012 adalah 15 buah dan ISAK 7 buah.
· Jumlah
PSAK yang belum disahkan dan akan berlaku 2012 sampai dengan Juni 2010 dan ISAK
adalah 5 buah
· Jumlah
PSAK yang masih Non Comparable dengan IFRS adalah 8 buah
· Jumlah
PSAK yang telah dicabut dgn PPSAK dan pencabutan berlaku sejak 2010 adalah 9
PSAK dan 1 Interpretasi . Beberapa PSAK juga telah dicabut dgn bersamaan dgn
berlakunya PSAK baru sehingga total PSAK yang dicabut adalah 16 PSAK.
PSAK
disahkan 23 Desember 2009
1. PSAK
1 (revisi 2009): Penyajian Laporan Keuangan
2. PSAK
2 (revisi 2009): Laporan Arus Kas
3. PSAK
4 (revisi 2009): Laporan Keuangan Konsolidasian dan Laporan Keuangan Tersendiri
4. PSAK
5 (revisi 2009): Segmen Operasi
5. PSAK
12 (revisi 2009): Bagian Partisipasi dalam Ventura Bersama
6. PSAK
15 (revisi 2009): Investasi Pada Entitas Asosiasi
7. PSAK
25 (revisi 2009): Kebijakan Akuntansi, Perubahan Estimasi Akuntansi, dan
Kesalahan
8. PSAK
48 (revisi 2009): Penurunan Nilai Aset
9. PSAK
57 (revisi 2009): Provisi, Liabilitas Kontinjensi, dan Aset Kontinjensi
10. PSAK
58 (revisi 2009): Aset Tidak Lancar yang Dimiliki untuk Dijual dan Operasi yang
Dihentikan
Interpretasi
disahkan 23 Desember 2009:
1. ISAK
7 (revisi 2009): Konsolidasi Entitas Bertujuan Khusus
2. ISAK
9: Perubahan atas Liabilitas Purna Operasi, Liabilitas Restorasi, dan
Liabilitas Serupa
3. ISAK
10: Program Loyalitas Pelanggan
4. ISAK
11: Distribusi Aset Nonkas Kepada Pemilik
5. ISAK
12: Pengendalian Bersama Entitas: Kontribusi Nonmoneter oleh Venturer
PSAK
disahkan sepanjang 2009 yang berlaku efektif tahun 2010:
1. PPSAK
1: Pencabutan PSAK 32: Akuntansi Kehutanan, PSAK 35: Akuntansi Pendapatan Jasa
Telekomunikasi, dan PSAK 37: Akuntansi Penyelenggaraan Jalan Tol
2. PPSAK
2: Pencabutan PSAK 41: Akuntansi Waran dan PSAK 43: Akuntansi Anjak Piutang
3. PPSAK
3: Pencabutan PSAK 54: Akuntansi Restrukturisasi Utang Piutang bermasalah
4. PPSAK
4: Pencabutan PSAK 31 (revisi 2000): Akuntansi Perbankan, PSAK 42: Akuntansi
Perusahaan Efek, dan PSAK 49: Akuntansi Reksa Dana
5. PPSAK
5: Pencabutan ISAK 06: Interpretasi atas Paragraf 12 dan 16 PSAK No. 55 (1999)
tentang Instrumen Derivatif Melekat pada Kontrak dalam Mata Uang Asing
PSAK yang
disahkan 19 Februari 2010:
1. PSAK
19 (2010): Aset tidak berwujud
2. PSAK
14 (2010): Biaya Situs Web
3. PSAK
23 (2010): Pendapatan
4. PSAK
7 (2010): Pengungkapan Pihak-Pihak Yang Berelasi
5. PSAK
22 (2010): Kombinasi Bisnis (disahkan 3 Maret 2010)
6. PSAK
10 (2010): Transaksi Mata Uang Asing (disahkan 23 Maret 2010
7. ISAK
13 (2010): Lindung Nilai Investasi Neto dalam Kegiatan Usaha Luar Negeri
Exposure
Draft Public Hearing 27 April 2010
1. ED
PSAK 24 (2010): Imbalan Kerja
2. ED
PSAK 18 (2010): Program Manfaat Purnakarya
3. ED
ISAK 16: Perjanjian Konsesi Jasa (IFRIC 12)
4. ED
ISAK 15: Batas Aset Imbalan Pasti, Persyaratan Pendanaan Minimum dan
Interaksinya.
5. ED
PSAK 3: Laporan Keuangan Interim
6. ED
ISAK 17: Laporan Keuangan Interim dan Penurunan Nilai
Exposure
Draft PSAK Public Hearing 14 Juli 2010
1. ED
PSAK 60: Instrumen Keuangan: Pengungkapan
2. ED
PSAK 50 (R 2010): Instrumen Keuangan: Penyajian
3. ED
PSAK 8 (R 2010): Peristiwa Setelah Tanggal Neraca
4. ED
PSAK 53 (R 2010): Pembayaran Berbasis Saham
Exposure
Draft PSAK Public Hearing 30 Agustus 2010
1. ED
PSAK 46 (Revisi 2010) Pajak Pendapatan
2. ED
PSAK 61: Akuntansi Hibah Pemerintah Dan Pengungkapan Bantuan Pemerintah
3. ED
PSAK 63: Pelaporan Keuangan dalam Ekonomi Hiperinflasi
4. ED
ISAK 18: Bantuan Pemerintah-Tidak Ada Relasi Specifik dengan Aktivitas Operasi
5. ED
ISAK 20: Pajak Penghasilan-Perubahan dalam Status Pajak Entitas atau Para
Pemegang Sahamnya
8) Tahun
2012
Tujuan
akhir dari konvergensi IFRS adalah PSAK sama dengan IFRS tanpa adanya
modifikasi sedikitpun. Di sisi lain, tanpa perlu mendefinisikan konvergensi
IFRS itu sendiri, berdasarkan pengalaman konvergensi beberapa IFRS yang sudah
dilakukan di Indonesia tidak dilakukan secara full adoption. Sistem pengurusan
perusahaan di Indonesia yang memiliki dewan direksi dan dewan komisaris (dual
board system) berpengaruh terhadap penentuan kapan peristiwa setelah tanggal
neraca, sebagai contoh lain dari perbedaan antara PSAK dengan IFRS. Indonesia
melalui Dewan Standar Akuntansi Keuangan (DSAK), Ikatan Akuntan Indonesia (IAI)
sedang melakukan proses konvergensi IFRS dengan target penyelesaian tahun 2012.
IFRS menekankan pada principle base dibandingkan rule base. Indonesia
telah mengadopsi IFRS secara penuh pada 2012, strategi adopsi yang dilakukan
untuk konvergensi ada dua macam, yaitu big bang strategy dan gradual strategy.
Big bang strategy mengadopsi penuh IFRS sekaligus, tanpa melalui
tahapan-tahapan tertentu. Strategi ini digunakan oleh negara-negara maju. Sedangkan
pada gradual strategy, adopsi IFRS dilakukan secara bertahap. Strategi ini
digunakan oleh negara-negara berkembang seperti Indonesia. Sasaran konvergensi
IFRS tahun 2012, yaitu merevisi PSAK agar secara material sesuai
dengan IFRS versi 1 Januari 2009 yang berlaku efektif tahun 2011/2012,
Konvergensi IFRS di Indonesia dilakukan secara bertahap. Adapun manfaat yang
diperoleh dari konvergensi IFRS adalah memudahkan pemahaman atas laporan
keuangan dengan penggunaan SAK yang dikenal secara internasional, meningkatkan
arus investasi global melalui transparasi, menurunkan biaya modal dengan
membuka peluang fund raising melalui pasar modal secara global, menciptakan
efesiensi penyusunan laporan keuangan.
Sumber :
Tidak ada komentar:
Posting Komentar