Segala bentuk usaha
selalu memiliki kompetitor, tidak terkecuali bidang perbankan. Bank-bank dalam
negeri berusaha untuk terus bersaing dengan bank asing regional yang masuk ke
Indonesia. Kebijakan pemerintah di bidang perbankan dalam pembelian saham bank
umum yang diatur dalam PP No.29 Tahun 1999,sebagaimana kita ketahui, investor
asing boleh memiliki hingga 99% aset bankmengakibatkan semakin banyaknya bank
asing yang beroperasi di Indonesia.. Sulit menemukan aturan sebebas itu di
negara lain. Kita termasuk yang paling bebas.Sayangnya, keberadaan bank asing
di Indonesia tidak banyak memberikan kontribusi terhadap perekonomian
Indonesia.
Saat ini perbankan
nasional sudah didominasi oleh bank asing dan bank lokal yang dimiliki orang
asing, sehingga diberlakukannya MEA sesungguhnya tidak menciptakan kondisi
berbeda bagi perbankan nasional, karena perbankan dalam negeri kita sudah
terbiasa dengan adanya persaingan dengan bank-bank asing yang masuk ke sini.
Jadi tidak akan terlalu sulit bagi perbankan kita jika hanya ingin jadi tuan
rumah di negeri sendiri saja. Tapi perbankan nasional kita harus memiliki
target untuk mendominasi MEA 2020 dalam sektor perbankan.
Pengamat perbankan
Fauzi Ikhsan mengatakan, melihat hal ini pilihannya ada dua, yakni melindungi
konsumen atau perbankan lokal. Menurutnya, jika ingin margin atau selisih suku
bunga kredit perbankan menurun, maka tingkat kompetisi harus ditingkatkan,
salah satunya dengan membiarkan bank-bank asing masuk ke daerah-daerah. “Namun,
saat ini bank lokalnya belum tentu suka bank asing ikut bersaing di daerah,
karena kalau bank asing ikut bersaing di daerah ditakutkan margin akan turun.
Jadi, pilihannya ada dua, mau melindungi perbankan lokal atau masyarakat.
Sebab, semakin banyak kompetisi ongkos kreditnya turun,” kata Fauzi Ikhsan usai
menghadiri penandatangan kerja sama Standard Chartered dengan WOM Finance, di
Jakarta, Rabu, 23 Maret 2011. Ia menuturkan, ketika pada 1998-1999, bank-bank
lokal pada bangkrut dan diambil oleh pemerintah melalui BPPN lalu kembali di
jual, kenapa tidak ada investor Indonesia yang mau masuk? “Artinya, kalau kita
mau mengeluh banyak infestor asing yang menguasai bank lokal mestinya mengeluh
pada saat tahun 1998-1999, sewaktu BPPN kembali menjual bank-bank tersebut.
Mestinya investor lokalnya yang masuk bukan investor asing seperti Temasek, dan
Khasanah,” ujarnya. Karena itu, tambahnya, jika ingin ongkos bunga kredit
konsumen menurun, kompetisi harus dibuat seketat mungkin, termasuk membiarkan
bank asing melakukan aktifitasnya. “Kalau mau melindungi konsumen ya margin
harus ditekan seketat-ketatnya dengan meningkatkan persaingan,” jelasnya.
Dominasi kepemilikan
saham pihak asing sebesar 48 persen dalam lingkungan perbankan nasional dinilai
sangat mengkhawatirkan sistem perekonomian Indonesia. Perlu penegasan spesifik
dalam UU Perbankan yang selama ini dirasa melonggarkan ekspansi pihak asing.
“Status bank swasta
nasional yang kini mayoritas sahamnya dimiliki asing harus dikategorikan
sebagai bank asing sehingga terkena pembatasan ekspansi bisnis,” ujar analis
keuangan Lin Che Wei dalam paparan riset tentang ’’Regulasi dan Peta Persaingan
Bank Lokal Versus Bank Asing’’, kemarin.
Saat ini, lanjut dia,
masih ada kerancuan status bank. Ada sejumlah bank yang kepemilikan sahamnya
oleh asing besar, namun masih dikategorikan bank swasta nasional.
Ada beberapa hal yang
membuat bank asing tersebut berminat untuk berinvestasi di Indonesia. salah
satu contributing factor yang significant adalah tingginya Net Interest Margin
(NIM) perbankan di Indonesia. Kalau di negara mereka bank asing tersebut hanya
bisa mendapatkan NIM maksimal sebesar 2-3%. Tetapi, di Indonesia industri
perbankan nasional bisa meraih NIM dengan rata-rata sebesar 6%.
Hal yang perlu
diperhatikan juga ialah untuk strategi ke depan. Bank-bank nasional tidak hanya
harus fokus kepada peningkatan Net Interest Income saja. Tetapi, juga harus
meningkatkan portfolio Fee Based Income-nya dan juga harus berani berinvestasi
dan menyalurkan pembiayaan di high return businessess seperti salah satunya ke
sektor Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah.
Dengan demikian perbankan
nasional dapat berperan dan berkontribusi meningkatkan perekonomian Indonesia
khususnya sektor riil dalam rangka meningkatkan tarap hidup rakyat banyak yang
sesuai dengan inti dan tujuan dari UU perbankan No 7 tahun 1992/ No 10 tahun
1998.
Dalam situasi seperti
ini, Bank Indonesia (BI) melihat tidak bisa melarang bank-bank itu masuk ke
Indonesia. Maklum kita sudah mengeluarkan regulasi bahwa asing boleh
mengakuisisi bank lokal sebesar 99 persen. Namun kedatangan mereka, sekaligus
membuat profit perbankan kita tertekan, karena makin banyak pemain besar yang
bermain di dalamnya,” ungkap Deputi Gubernur BI Darmin Nasution di Gedung BI
Jakarta,Jumat (23/10/2009).
Lanjut Darmin, BI pun
tidak dapat menjilat ludah sendiri atas regulasi yang telah dikeluarkan. Karena
bisa dianggap tidak konsisten terhadap regulasi tersebut. Bahkan bisa timbul
masalah jika harus merubah regulasinya.
Sebelumnya, BI
memperbolehkan asing memiliki maksimal 99 persen saham bank nasional. Dengan
regulasi tersebut, perbankan asing terutama Malaysia begitu ekspansif dalam
akuisisi bank nasional.
Paling terbaru, bank
asal Malaysia RHB Capital akan mengakuisisi sekira 80 persen Bank Mestika
Dharma. Setelah menuntaskan akusisi tersebut, RHB Capital akan menambah
kepemilikannya hingga 90 persen.
Proses akuisisi
tersebut melengkapi bank yang telah diakusisi oleh bank asal Malaysia
sebelumnya. Yaitu Malayan Banking (Maybank) yang membeli PT Bank Internasional
Indonesia. Serta CIMB Group Holding Berhard yang membeli PT Bank Niaga Tbk
(Bank CIMB Niaga).
Bank asing seperti ANZ
(Australia), Standard Chartered Bank, HSBC, Barclays yang berasal dari Inggris,
Rabobank (Belanda), Texas Pacific dan Mercy Corp (Amerika), ICBC (China), State
Bank of India (India), Tokyo Mitsubishi (Jepang) dan IFC (Korea Selatan) adalah
beberapa bank asing dengan kepemilikan saham terbesar di beberapa perbankan
Nasional.
Tidak hanya itu,
ternyata ada State Bank of India (SBI) yang berniat akan mengakuisisi bank di
Indonesia yang memiliki aset sekitar USD100 juta atau sedikit di bawah Rp1
triliun.
Tidak Ketinggalan juga
industri perbankan syariah di tanah air akan kedatangan pesaing dari Timur
Tengah. Seperti Kuwait Finance House (KFH) salah satu Islamic Bank terbesar di
Kuwait. Tidak hanya KFH saja yang berminat tetapi menurut Deputi Direktur
Direktorat Perbankan Syariah BI Mulya Siregar juga mengatakan ada dua investor
Timur Tengah yaitu Albarkah dan Asian Finance Bank yang sangat tertarik untuk
membeli bank lokal. “Mereka sudah datang ke kita dengan rencana mereka akan
membeli bank lokal dan dikonversi ke syariah,” ujar Mulya (www.detikfinance.com,
7 Desember 2009).
Sumber :
Tidak ada komentar:
Posting Komentar